Minggu, 16 Juni 2013

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)



Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)
Pengamat menilai pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat  (BLSM) sarat muatan politis dan tidak solutif. Walaupun dana yang digelontorkan cukup besar, keuntungan yang didapat hanya bersifat sementara.

Rakyat terbantu hanya selama 4 hingga lima bulan  saat bantuan tersebut ada. "Cara ini seperti tambah sulam, jangan dipakai. Serta jangan pancing ikan di air keruh," ujar Pengamat Ekonomi Energi dari Indonesia Center for Green Economy, Darmawan Prasodjo, Kamis (9/5).

Bantuan tunai menurutnya lazim digunakan di banyak negara menjelang pemilu. Keuntungan politis yang didapatkan dengan cara ini dikatakan sangat besar. Pemerintah butuh solusi permanen yang bisa diandalkan untuk membantu rakyat mendapatkan BBM murah.

Salah satu energi yang dipandang pro rakyat yaitu penggunaan ethanol sebagai bahan bakar. Penggunaan ethanol dapat menghemat  sekitar Rp 40 triliun dari subsidi.

Penghematan ini bisa dialihkan untuk membangun kapitalisasi BUMN khusus untuk ethanol. "Dengan kapitalisasi, bisnis ethanol akan bergerak cepat, likuid," ujar pengamat yang juga politikus PDIP ini.  
Anggota Komisi Keuangan DPR Iskan Qolba Lubis mengatakan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan pemberian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).

"Bantuan tunai langsung ini tidak benar. Karena kebijakan ini sama dengan mendidik rakyat kita menjadi pengemis, bukan petarung," ucap Iskan saat Rapat Dengar Pendapat dengan anggota Dewan membahas perubahan asumsi makro 2013 di gedung Parlemen pada Selasa, 28 Mei 2013.

Anggota komisi keuangan dari PDI Perjuangan Dolfie O.F Palit dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa program BLSM tidak akan berdampak terhadap pengurangan kemiskinan. Dolfie menyarankan jika ada program bantuan pemerintah sebaiknya berupa program yang memberikan dampak kepada rakyat.

"Tidak perlu rakyat dikasih beras dan Rp 150 ribu dengan antri yang berjubel." Masyarakat, lanjut Dolfie, akan lebih bangga jika diberi pekerjaan.

Anggota komisi keuangan dari Partai Golkar Melchias Markus Melkeng mengatakan agar pertumbuhan ekonomi memiliki korelasi dengan penciptaan lapangan kerja. "Goverment spending harus dibuat untuk membangun infrastruktur padat karya," ucap Melkeng.

Postur APBN untuk pembangunan infrastruktur, menurut Melkeng, tidak ada dalam jumlah signifikan. "Apakah kita akan membiarkan pengangguran semakin tinggi?" ucap Melkeng mempertanyakan.

Iskan Qolba Lubis mempertanyakan langkah Menteri Chatib Basri terhadap berbagai revisi asumsi makro dalam RAPBNP 2013. Ia menilai bahwa ketika Chatib menjadi kepala BKPM, investasi cenderung naik. Namun saat menjadi Menteri Keuangan, Menteri Chatib justru mengatakan ada perlambatan khususnya di impor barang modal.

"Chatib waktu jadi pengamat ekonomi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal pinter. Namun setelah menjadi menteri kok jadi seperti ini?" ucap Iskan Qolba beretorika.
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar